Para desainer kurikulum
dan para programmer pendidkan dan pelatihan harus mengenal dengan baik dan
menguasai, serta yang paling penting mampu menggunakan dengan tepat berbagai
metode yang tersedia. Dalam mata diklat ini disajikan informasi penting
mengenai metode yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Metode-metode
tersebut dapat dipilih dan digunakan metode:
(1) Alur Tindakan (action maze),
(2) Curah Gagasan (Brainstorming),
(3) Kelompok sibuk (buzz groups),
(4) Studi kasus (case study),
(5) Teknik Delphi (Delphi Technique),
(6) Demonstrasi (demonstration),
(7) Diskusi (discussion),
(8) Latihan (exercise),
(9) Akuarium (fishbowl),
(10) Permainan (game),
(11) Kotak surat masuk (in-basket),
(12) Proses insiden (incident process),
(13) Pemodelan
interaktif (interactive modeling),
(14) Wawancara (interview),
(15) Kontrak
pembelajaran (learning contracts),
(16) Ceramah (lecture),
(17) Panel,
(18) Pengajaran terprogram (programmed
instruction),
(19) Pertanyaan (questioning),
(20) Membaca (reading),
(21) Permainan
peran (role play),
(22) simulasi (simulation), dan
(23) inkuairi. Masing
memiliki kelebihan dan kelemahan..
Metode Pembelajaran Inkuiri merupakan
metode yang menekankan kepada pengembangan intelektual anak. Perkembangan
intelektual menurut Piaget dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu maturation, physical experience, social
experience, dan equilibration.
Metode Pembelajaran Kooperatif (MPK)
adalah rangkaian kegiatan belajar
yang dilakukan oleh siswa/peserta diklat dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting
dalam MPK, yaitu:
(1) adanya peserta dalam kelompok;
(2) adanya aturan
kelompok;
(3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan
(4) adanya
tujuan yang harus dicapai.
Salah satu metode pembelajaran kelompok adalah metode pembelajaran
kooperatif (cooperative learning-MPK).
MPK merupakan metode pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi
perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Slavin (1995)
mengemukakan dua alasan, pertama,
beberapa basil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan
kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan din dan orang
lain, serta dapat meningkatkan harga din. Kedua,
pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar
berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
keterampilan. Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan
bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini
memiliki kelemahan.
Metode Pembelajaran Kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam
orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,
atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap
kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang
dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai
ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan
memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan
interpersonal dan setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling
membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga
setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi
deini keberhasilan kelompok.
MPK mempunyai dua komponen utama, yaitu komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur
insentif kooperatif (cooperative
incentive structure). Tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang
menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok; sedangkan
struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi
individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Struktur insentif
dianggap sebagai keunikan dan pembelajaran kooperatif, karena melalui struktur
insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar, mendorong dan
memotivasi anggota lain menguasai materi pelajaran, sehingga mencapai tujuan
kelompok. Jadi, hal yang menarik dari MPK adalah adanya harapan selain memiliki
dampak pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi belajar peserta didik (student achievement) juga mempunyai
dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan terhadap peserta yang
dianggap lemah, harga diri, norma akadeinik, penghargaan terhadap waktu, dan
suka memberi pertolongan pada yang lain.
Metode pembelajaran ini bisa digunakan manakala: (1) Guru menekankan
pentingnya usaha kolektif di samping usaha individual dalam belajar, (2) Jika
guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar saja) untuk
memperoleh keberhasilan dalam belajar, (3) Jika guru ingin menanamkan, bahwa
siswa dapat belajar dan teman lainnya, dan belajar dan bantuan orang lain, (4) Jika
guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa sebagai bagian
dan isi kurikulum, (5) Jika guru menghendaki meningkatnya motivasi siswa dan menambah
tingkat partisipasi mereka, (6) Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.
Terdapat empat
prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yaitu :
1. Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)
Dalam
pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung
kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu
disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok
akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian,
semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan.
Untuk terciptanya kelompok kerja yang
efektif, setiap anggota kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan
tujuan kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan kemampuan
setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas
kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tak bisa
menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dan
masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan
lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya.
2. Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability)
Prinsip ini
merupakan konsekuensi dan prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan
kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus
memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan
yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru
perlu memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian
individu bisa berbeda, akan tetapi penilaian kelompok harus sama.
3. Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction)
Pembelajaran
kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota
kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling
membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga
kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan,
memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan
masing-masing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara heterogen, yang
berasal dan budaya, latar belakang sosial, dan kemampuan akadeinik yang
berbeda. Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama dalam proses saling
memperkaya antaranggota kelompok.
4.
Partisipasi dan Komunikasi
(Participation Coinmunication)
Pembelajaran kooperatif melatih siswa
untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat
penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab
itu, sebelum melakukan kooperatif, guru perlu membekali siswa dengan kemampuan
berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi, misalnya
kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, padahal keberhasilan kelompok
ditentukan oleh partisipasi setiap anggotanya.
Untuk dapat melakukan partisipasi dan komunikasi, siswa perlu dibekali
dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi. Misalnya, cara menyatakan
ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak
memojokkan; cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggapnya baik dan
berguna. Keterampilan berkomunikasi memang memerlukan waktu. Siswa
tak mungkin dapat menguasainya dalam waktu sekejap. Oleh sebab itu, guru perlu
terus melatih dan melatih, sampai pada akhirnya setiap siswa memiliki kemampuan
untuk menjadi komunikator yang baik.
Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap,
yaitu: 1. penjelasan materi; 2. belajar dalam kelompok; 3. penilaian; dan 4.
pengakuan tim.
1. Penjelasan Materi
Tahap penjelasan
diartikan sebagai proses penyampaian pokokpokok materi pelajaran sebelum siswa
belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa
terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum
tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan
memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok (tim). Pada tahap ini guru dapat
menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab, bahkan kalau perlu
guru dapat menggunakan demonstrasi. Di samping itu, guru juga dapat menggunakan
berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik siswa.
2. Belajar dalam Kelompok
Setelah
guru menjelaskan gambaran umum tentang pokokpokok materi pelajaran, selanjutnya
siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk
sebelumnya. Pengelompokan dalam SPK bersifat heterogen, artinya kelompok
dibentuk berdasarkan perbedaan-perbedaan setiap anggotanya, baik perbedaan
gender, latar belakang agama, sosial-ekonoini, dan etnik, serta perbedaan
kemampuan akademik. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran
biasanya terdiri dan satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan
kemampuan sedang, dan satu lainnya dan kelompok kemampuan akademis kurang
(Anita Lie, 2005). Selanjutnya, Lie menjelaskan beberapa alasan lebih
disukainya pengelompokan heterogen. Pertama, kelompok heterogen memberikan
kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung. Kedua,
kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnis, dan
gender. Terakhir, kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan
adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu
asisten untuk setiap tiga orang. Melalui pembelajaran dalam tim siswa didorong
untuk melakukan tukar-menukar (sharing) informasi dan pendapat, mendiskusikan
permasalahan secara bersama, membandingkan jawaban mereka, dan mengoreksi
hal-hal yang kurang tepat.
3. Penilaian
Penilaian dalam
SPK bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis
dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Tes individual
nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa; dan tes kelompok
akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa
adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki
niai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai
bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota
kelompok.
4. Pengakuan Tim
Pengakuan tim
(team recognition) adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim
paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan
dan pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus
berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu
meningkatkan prestasi mereka.
Metode Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning-CTL)
CTL adalah suatu metode
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta/siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep tersebut ada tiga hal
yang harus kita pahami.
Pertama, CTL menekankan
kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar
diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam
konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi
proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong
agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan
situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan
antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan
nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan
tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa,
sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya
mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi
bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan
kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan
nyata.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam proses
pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.
a.
Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses
pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting
knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dan pengetahuan
yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa
adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b.
Pembelajaran yang kontekstual adalah
belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru
itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan
mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
c.
Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan
diyakini, misalnya dengan cara meininta tanggapan dan yang lain tentang
pengetahuan yang diperolehnya dan herdasarkan tanggapan tersebut baru
pengetahuan itu dikembangkan.
d.
Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman
tersebut (applying knowledge),
artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan
dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
e.
Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap Model pengembangan pengetahuan. Hal
ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan
suatu model.
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap instruktur perlu memahami
tipe belajar dalam dunia peserta, artinya instruktur perlu menyesuaikan gaya
mengajar terhadap gaya belajar peserta. Dalam proses pembelajaran konvensional,
hal ini sering terlupakan sehingga proses pembelajaran tak ubahnya sebagai
proses pemaksaan kehendak. Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal
yang harus diperhatikan bagi setiap instruktur manakala menggunakan pendekatan
CTL.
a.
Peserta dalam pembelajaran kontekstual
dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang
akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang
diinilikinya. Peserta adalah orang dewasa dalam bentuk kecil- sebagai peserta
diklat, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan.
Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan
pengalaman mereka. Dengan demikian, peran instruktur bukanlah sebagai “penguasa”
yang memaksakan kehendak melainkan sebagai pembimbing peserta agar mereka bisa
belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
b.
Setiap peserta memiliki kecenderungan
untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran peserta adalah
mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itulah belajar bagi
mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan
demikian, instruktur berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap
penting untuk dipelajari oleh peserta.
c.
Belajar bagi peserta adalah proses
mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal
yang sudah diketahui. Dengan demikian, peran instruktur adalah membantu agar
setiap peserta mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan
pengalaman sebelumnya.
d.
Belajar bagi peserta adalah proses
menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi)
atau proses pembentukan skema baru (akomodation),
dengan demikian tugas instruktur adalah memfasilitasi (mempermudah) agar
peserta mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.
Untuk lebih memahami bagaimana mengaplikasikan CTL dalam proses
pembelajaran, di bawah ini disajikan contoh penerapannya. Dalam contoh tersebut
dipaparkan perbandingan antara bagaimana instruktur menerapkan pembelajaran
dengan pola konvensional dan dengan pola CTL.
Metode Pembelajaran Konvensional
Ciri-ciri
penggunaan mmetode pembelajaran konvensional
a.
Peserta disuruh untuk membaca buku
tentang pasar.
b.
Instruktur menyampaikan materi
pelajaran sesuai dengan pokok-pokok materi pelajaran seperti yang terkandung
dalam indikator hasil belajar.
c.
Instruktur memberi kesempatan kepada
peserta untuk bertanya manakala ada hal-hal yang dianggap kurang jelas
(diskusi).
d.
Instruktur mengulas pokok-pokok
materi pelajaran yang telah disampaikan dilanjutkan dengan menyimpulkan.
e.
Instruktur melakukan post-tes
evaluasi sebagai upaya untuk mengecek terhadap pemahaman siswa tentang materi
pelajaran yang telah disampaikan.
f.
Instruktur menugaskan kepada peserta
untuk membuat karangan sesuai dengan tema.
Dari model pembelajaran seperti yang telah dijelaskan di atas, maka tampak
bahwa proses pembelajaran sepenuhnya ada pada kendali instruktur. Peserta
diberi kesempatan untuk mengeksplorasi. Pengalaman belajar peserta terbatas,
hanya sekadar mendengarkan. Mungkin terdapat pengembangan proses berpikir,
tetapi proses tersebut sangat terbatas dan terjadi pada proses berpikir taraf
rendah. Melalui pola pembelajaran semacam itu, maka jelas faktor-faktor
psikologis peserta tidak berkembang secara utuh, misalnya mental dan motivasi
belajar peserta.
Metode Pembelajaran CTL
Untuk mencapai kompetensi yang sama dengan menggunakan CTL instruktur
melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah ini.
Pendahuluan
a.
Instruktur
menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dan proses pembelajaran
dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
b.
Instruktur menjelaskan prosedur
pembelajaran CTL.
c.
Peserta
dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah peserta.
d. Tiap kelompok ditugaskan untuk
melakukan observasi, misalnya kelompok 1 dan 2 melakukan observasi ke pasar
tradisional, dan kelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke pasar swalayan.
Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan
di pasar-pasar tersebut.
e.
Instruktur
melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap peserta.
Inti Di Lapangan
a.
Peserta
melakukan observasi ke pasar sesuai dengan pembagian tugas kelompok.
b. Peserta mencatat hal-hal yang mereka
temukan di pasar sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan
sebelumnya.
Inti Di Dalam Kelas
a.
Peserta
mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
b. Peserta melaporkan hasil diskusi.
c.
Setiap
kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.
Penutup
a.
Dengan
bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai
dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
b.
Instruktur menugaskan peserta untuk
membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema “pasar”.
0 comments:
Post a Comment