Profesional disini diartikan sebagai kata sifat yang berasal dari kata
benda profesi yang arinya pekerjaan. Kata sifat profesional berarti memiliki
sifat mampu secara ahli terhdap bidang pekerjaan atau tugasnya. Jadi Kepala sekolah yang profesional adalah Kepala Sekolah yang
memiliki sifat mampu secara ahli terhadap pekerjaan dan tugas-tugas kepala
sekolah.. Kepala Sekolah Profesional idealnya harus memahami secara komprehensif
bagaimana kinerja dan kemampuan manajerialnya dalam memimpin sebuah sekolah
sehingga sekolah itu bernuansa sekolah yang berbudaya.
Sehingga diharapkan alumni sekolah itu memilikibudaya yang jelas sesuai dengan perkembangan
masyarakat. Dengan demikian, Made Pidarta ( 1994 : 145 ), mengatakan bahwa di
lembaga pendidikan itu siswa harus
(1) memahami sosiologi dan pendidikan,
(2) Kebudayaan dan pendidikan,
(3) Masyarakat dan sekolah ,
(4) Masyarakat Indonesia dan pendidikan, dan
(5) Dampak konsep pendidikan.
Pendidikan sangat berpengaruh terhadap kualitas SDM.. Biidang pendidikan adalah bidang
yang menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan nasional.
Tujuan pendidikan, khususnya di Indonesia adalah membentuk manusia
seutuhnya yang Pancasilais ( UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 ), dimotori oleh
pengembangan afeksi.
Tujuan khusus ini hanya bias ditangani dengan ilmu pendidikan bercorak
Indonesia sesuai dengan kondisi Indonesia dan dengan penyelenggaraan pendidikan
yang memakai konsep sistem.
Karena itu Kepala sekolah harus :
(a) memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang
harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh
(strategi);
(b) memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh
sumberdaya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi
kebutuhan sekolah (yang umumnya tak terbatas); (c) memiliki kemampuan mengambil
keputusan dengan terampil (cepat, tepat, cekat, dan akurat); (d) memiliki
kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan yang mampu
menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya;
(e) memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak
mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran
terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan
nilai-nilai;
(f) memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah, yaitu
ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi, imitasi,
arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan bertindak.
Sumberdaya meliputi sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya.
Sumberdaya manusia terdiri dari sumberdaya manusia jenis
manajer/pimpinan dan sumberdaya manusia jenis pelaksana. Sedang sumberdaya selebihnya meliputi uang,
peralatan, perlengkapan, bahan, bangunan, dsb. Yang perlu digarisbawahi, agar
sekolah berjalan dengan baik, diperlukan kesiapan sumberdaya, terlebih-lebih
sumberdaya manusia. Kesiapan sumberdaya manusia = kesiapan kemampuan + kesiapan
kesanggupan. Kesiapan kemampuan menyangkut kualifikasi, sedang kesiapan
kesanggupan menyangkut pemenuhan kepentingan sumberdaya manusia.
Jika pemimpin, anak buah, staf, kepala, ketua, bawahan, pembantu
pimpinan dan apapun peran dan jabatan yang disandang seseorang, mampu
melaksankan tugas, peran serta fungsinya sesuai dengan tanggungjawabnya.
Diyakini kasus-kasus yang berhubungan dengan lemahnya manajemen
organisasi/kelembagaan akan dapat direduksi.
Seseorang akan dihargai profesionalitasnya, kepribadiannya dan bahkan
kinerjanya apabila ia mampu mengahsilkan produktifitas kerja yang senantiasa
berada dalam track record yang baik, mampu melaksanakan kewajibannya secara
ajeg sesuai dengan track yang harus ia lewati.
Apabila kita ingin ketahuan siapa diri kita sesungguhnya maka kita
harus berbuat sebanyak-banyaknya berbuat . Ada beberapa kiat untuk menata sisrtem
manajemen kelembagaan yang efektif :
1. Membabangun manajemen kelembagaan berdasarkan komunikasi yang baik.
Komunikasi yang interaktif, dialogis, tidak underpressure, tapi komunikasi yang
dibangun atas dasar komitmen dan pengertian yang bisa diterima oleh semua
pihak. Komunikasi jenis ini bisa dijalin melalui
pengembangan sistem budaya kerja yang tidak mengutamakan kekuasaa n tapi
cenderung lebih mengutamakan kekeluargaan, silaturahmi dan rasa memiliki yang
tinggi dari semua pihak terkait ( Stake holders dan share holders )
2. Membangun kondisi organisasi
yang bisa menciptakan kepuasan (Satisfaction) dari semua pihak. Jadilah
pemimpin yang bijak, berlaku adil, familiar, terbuka, mau dikritik, jujur,
demokrasi dan bertanggung jawab, sebaliknya jadilah bawahan yang sebaik-baiknya
bawahan.
3. Memulai perubahan dari diri kita masingmasing.
Jangan mengharapkan orang lain mangubah sesuat yang telah ada. Inisiatif harus
dari diri kita.
Jjika inginmengubah dunia maka harus dimulai dari mengubah diri
sendiri, dan yang terpenting ubahlah hari ini harus lebih baik dari hari
kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
4. Banyak berkarya dan berbuat. Produktifitas dan kinerja kita akan
diukur dari kuantitas dan kualitas dari apa yang telah kita lakukan. 5. Belajar
dan belajar terus memahami dan mengerti orang lain. Jangan egois, jangann
menganggap bahwa diri kita penting dimata orang lain, belum tentu orang lain
butuh kita. 6. Menjaga hati dan mulut kita. Menjaga hati dari fikiran-fikiran
negatif terhadap orang lain, dan menjaga mulut agar senantiasa mencerminkan
beapa bersihnya diri kita. Jagalah mulutmu, karena mulutmu adalah pedangmu dan
bahkan harimaumu. 7. Memahami diri sendiri. Memahami dan mengerti siapa diri
kita seindiri melulaui analisiss diri, analisis posisi, bukankan musuh yang
paling bersar di dunia ini adalah diri kita sendiri. 8. Mau dikrtik oleh orang
lain. Demi kemajuan kita harus senantiasa mau dikritik oleh orang lain, terbuka
terhadap saran dan pendapat orang lain dan bahkan mampu memenej kritik itu
menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masa depan kita. Defenisi Konseptual
Menjadi Kepala Sekolah Profesional Berdasarkan semantiknya, Anton Muliono (
1989 : 702 ), mengemukakan bahwa Profesi, adalah bidang pekerjaan yang
dilandasai pendidikan keahlian ( ketrampilan, kejuruan ) tertentu, Profesional,
adalah memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, Profesionalisme,
adalah sifat professional, dan profesionalisasi adalah proses membuat suatu
badan menjadi professional. Sedangkan, proteksi, adalah perlindungan hukum
secara juridis formal. Selanjutnya, A.S Hornby ( 1952 : 989 ), said that
professionalism is The mark or qualities of a profession. Dari kutipan di atas,
dapat disimpulkan bahwa profesionalisme mencakup, antara lain ; budaya profesi,
kualifikasi, kompetensi, ketrampilan, komitmen, konsitensi, etos kerja, kode
etik dan dedikasi. Profesi guru, adalah karya profesi. Engkoswara ( 2004 : 29 )
mengatakan bahwa karya profesi memerlukan kemampuan dasar, yakni ; membaca dan
belajar sepanjang hayat, etos dan etika kerja, dan ketrampilan nalar dan
ketrampilan tangan. Guru sebagai tenaga kependidikan wajib dan mutlak memiliki
karya profesi tersebut, sehingga dengan memiliki ketrampilan dasar itu, maka
seorang guru akan menjadi professional. Seorang guru akan professional , jika
memiliki sifat pribadi manusia Indonesia. Lebih lanjut, Engkoswara ( 2004 : 31
), mengatakan bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ;
(1) Budaya Utama ( sehat, baik dan jujur ),
(2) Budaya Profesi ( cerdas, terampil, dan ahli,
(3) Budaya Penyerta ( indah ),
sedangkan sifat manusia Indonesia, adalah,
(1) sifat utama ( sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur,
patriorisme, tangguh dan penuh disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif,
dan professional ), dan
(3) sifat penyerta ( kreatif ). Profesional dapat berkembang menjadi
jabatan professional, sejalan dengan itu Komarudin ( 2000 : 205 ), mengatakan
bahwa professional berasal dari bahasa Latin, yaitu “ Profesia “ yang berarti ;
pekerjaan, keahlian, jabatan, jabatan guru besar.
Demikian halnya kepala sekolah, adalah merupakan jabatan fungsional
yang diberi sebagai tugas tambahan sebagai kepala sekolah.
Terminologi professional melahirkan teriminologi baru, yakni
profesionalisme. Freidson ( 2970 : 28 ), mengemukakan bahwa profesionalisme
adalah sebagai komitmen untuk ide-ide professional dan karier. Secara operatif,
Syaiful ( 2002 : 199 ) menegaskan bahwa profesionalisme memiliki aturan dan
komitmen jabatan keilmuan teknik dan jabatan yang akan diberikan kepada pelayan
masyarakat agar secara khusus pandangan-pandangan jabatan dikoreksi secara
keilmuan dan etika sebagai pengukuhan terhadap profesionalisme. Profesionalisme
tidak dapat dilakukan atas dasar perasaan, kemauan, pendapat atau semacamnya,
tetapi benar-benar dilandasi oleh pengetahuan secara akademik. Berdasarkan
pendapat diatas, maka dapat dirumuskan bahwa yang disebut Kepala Sekolah
professional harus dapat membedakan mana ilmu yang esensial berkaitan dengan
disiplin ilmunya dan tidak esensial sesuai dengan tuntutan professional.
Secara terminology , Paure ( 1972 : 25 ), menegaskan
bahwa professional harus mereduksi lama pendidikan untuk memberikan kualifikasi
bagus tanpa mengurangi standar dan metodologi pengajaran yang tepat, percepatan
proses belajar, menyeleksi ilmu yang diberikan. Korelasi Profesional Dengan
Sosial Budaya Sekolah harus memperhatikan pengembangan nilai-nilai pada diri
peserta didik di sekolah.
Memperbaiki mental
anak-anak, seperti harapan yang disampaikan oleh Coleman, Sekolah berfungsi
sebagai alat kontrol social dan perubahan social. Kepala sekolah yang professional harus memperhatikan banyak hal dalam diri siwa selama dalam
lingkungan sekolah. Made ( 1994 : 156 ), mengemukakan bahwa sosiologi atau
sosiologi pendidikan dapat dideskripsikan sebagai berikut ;
(1) Sosiologi menunjukkan pentingnya kegiatan sosialisasi anak-anak
dalam pendidikan,
(2) Memberikan bantuan dalam upaya menganalisis proses sosialisasi
anak-anak. Seperti konsep tentang interaksi social, kontak social, komunikasi,
bentuk social, dan sebagainya, (3) Kelompok social dan lembaga masyarakat
dengan berbagai bentuknya, termasuk sekolah,
(4) Dinamika kelompok, yang sudah tentu berlaku juga dalam dunia
pendidikan,
(5) Konsep-konsep untuk mengembangkan kelompok social dan
lembaga-lembaga masyarakat,
(6) Nilai-nilai yang ada di masyarakat serta keharusan sekolah untuk
mengembangkan aspek itu pada diri siswa,
(7) Peranan pendidikan dalam masyarakat, dan
(8) Dukungan masyarakat terhadap pendidikan. Memahami akan hal itu,
para pendidik ( guru ) dan kepala sekolah professional hendaklah menantang diri
agar proses pendidikan di sekolah tidak ketinggalan zaman, agar dapat membantu
siswa berpacu antarteman sekelas atau dengan yang lainnya.
Sehingga guru dan kepala sekolah harus meningkatkan profesinya
agar memiliki kualitas yang sejajar dengan para pendidik di negara-negara maju.
Misalnya di Amerika, Jepang dan negara maju lainnya. 3.2 Korelasi Profesi
Dengan Budaya Engkoswara ( 2004 : 31 ), mengatakan bahwa sifat dan budaya
manusia Indonesia itu memiliki, yakni ;
(1) Budaya Utama ( sehat, baik dan jujur ),
(2) Budaya Profesi ( cerdas, terampil, dan ahli,
(3) Budaya Penyerta ( indah ), sedangkan sifat manusia Indonesia,
adalah,
(1) sifat utama ( sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur,
patriorisme, tangguh dan penuh disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif,
dan professional ), dan
(3) sifat penyerta ( kreatif ). Untuk merealisasikan sifat dan budaya
tersebut di kalangan pendidikan, tenaga kependidikan mutlak memilikinya dan
mampu menatanya dengan harmonis di dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana guru dalam menjalankan rutinitasnya, bahwa
sifat dan budaya manusia Indonesia itu harus tercermin dalam keseharian guru
baik di sekolah maupun di luar sekolah ( di rumah ). Engkoswara ( 2004 : 63 ),
mengemukakan dalam menegakkan budaya harmoni ada tiga nilai praksis ( aktual )
yang harus ditata secara harmoni, yakni
(2) Budaya profesi, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagai
mahluk sosial yang mempunyai karakteristik yang bersamaan dalam
kelompok-kelompok tertentu, dan
(3) Budaya penyerta, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagi
mahluk pribadi yang bersifat unik dan hakiki. Tahapan perkembangan yang harus
ditempuh dalam suatu proses profesionalisasi adalah terkait dengan sejumlah
pelayanan. Kepala sekolah professional harus dapat mengkomunikasikan segala
tugas pokok dan fungsinya dalam manajemen sekolah.
Manajemen sekolah harus berfungsi dapat diberdayakan seoptimal mungkin
sesuai dengan standar kompetensi yang dimiliki sebagi pimpinan ( manajer ).
Pendidikan adalah enkultusasi. Manan ( 1989 : 79 ), mengemukakan bahwa
pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang
berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Enkulturasi ini terjadi di
mana-mana, disetiap tempat hidup seseorang dan setiap waktu.
Tidak akan muncul pengenalan kurikulum yang sangat luas,
yaitu semua lingkungan tempat hidup manusia. Suatu budaya sesungguhnya
merupakan bahan masukan atau pertimbangan bagi anak dalam mengembangkan
dirinya. Ada kalanya bagioan budaya akan dipakai terus, ada kalanya diperbaiki
dan ada kalanya dibuang atau diganti dengan yang baru. Tetapi bagaimana pembinaan pendidik, pengaruh lingkungan, dan hasil penilaian anak itu
sendiri sangat berpengaruh. Kepala sekolah professional harus cerdas dan intelek serta bijaksana. sehingga dengan fungsinya sebagai manajer di sekolah harus
memperhatikan cirri-ciri profesionalisasi.
Robert W. Rihe ( 1974 : 87 ), mengemukakan bahwa cirri-ciri
profesionalisasi jabatan fungsional ada 7, antara lain ;
(1) Kepala sekolah bekerja sama dan tidak semata-mata hanya memberikan
pelayanan kemanusiaan bukan usaha untuk kepentingan pribadi,
(2) Memiliki pemahaman serta ketrampilan yang tinggi,
(3) Memiliki lisensi hokum dalam memimpin sekolah,
(4) Memiliki publikasi yang dapat melayani para guru sehingga tidak
ketinggalan zaman,
(5) Mengikuti aneka kegiatan seminar pendidikan ( workshop ),
(6) Jabatannya sebagai suatu karier hidup, dan
(7) Meiliki nilai dan etika yang berfungsi secara nasional maupun
local.
Kinerja dan produktifitas harus dapat
diukur dengan para meter yang ada, yakni standar pelayanan minimal. Standar
pelayanan minimal mengacu kepada konteks sisial budaya pendidikan yang ada di
sekolah. Misalnya, sekolah berbasis budaya lingkungan.
Sekolah bernuansa lingkungan budaya dapat tampak dalam
pengelolaan lingkungan sekolah. Misalnya dengan penanaman aneka tanaman rindang
atau pembuatan apotek dan warung hidup di lingkungan sekolah.
Sekolah akan tampak rindang dan sejuk sehingga warga sekolah dapat
menikmati lingkungan dengan nyaman dan teduh sehingga warga sekolah akan merasa
betah di sekolah dalam berbagai situasi yang ada. Kegiatan manajerial sekolah
yang biasanya mencakup dalam lingkup manajemen pendidikan. Komponen manajemen
pendidikan meliputi 5-M, yakni ; Sumber daya manusia ( Man ), finasial ( Money
), substansi ( Material ), metode ( Method ), dan Fasilitas ( Machine ).
Kepala sekolah sebagai sumber daya manusia yang professional harus
mampu mengelola sekolah sesuai dengan fungsi sekolah sebagai wiyata mandala.
Kepala sekolah sebagai manajer harus mampu mengelola keuangan sebagai
pembiayaan pendidikan di sekolah baik pembiayaan langsung maupun pembiayaan
tidak langsung . Kepala sekolah sebagai guru harus mampu memerikan bimbingan
kepada semua warga sekolah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Kepala sekolah fungsinya sebagai pimpinan harus mampu metode
kepemimpinan atau model kepemimpinannya yang layak dan pantas diterapkan sesuai
dengan norma, dan demikian juga kepala sekolah sebagai pimpinan harus mampu
memberdayakan semua fasilitas yang ada dalam menunjang kemajuan pendidikan di
sekolah.
Korelasi trugas pokok dan fungsi kepala sekolah dalam tatanan
manajerial sekolah, idealnya mampu mengimplementasikan gaya kepemimpinannya
sesuai dengan budaya sekolah.
Kepala sekolah professional harus mampu mendorong semua warga sekolah untuk
melestarikan budaya sekolah sehingga tercermin dalam setiap perilaku atau sikap
warga sekolah dalam kehidupan sehari-harinya. Motivasi intrinsic akan mendorong
kepala sekolah untuk terus berpacu dalam menggalakkan budaya sekolah. Sehingga motivasi ekstrinsik akan mendukung kepemimpinan kepala
sekolah demi terciptanya budaya sekolah dengan sistem social yang ada pada
komunitas sekolah dan masyarakat ( orang tua
Akhirnya Menjadi Kepala
Sekolah professional harus memelihara budaya sekolah dengan sistem social yang
ada dalam warga sekolah dalam konteks social budaya pendidikan di masyarakat.
Sosial budaya pendidikan. Sosial budaya dan pendidikan dapat dideskripsikan,
sebagai berikut : Kebudayaan adalah cara hidup dan kehidupan manusia yang diciptakan
manusia itu sendiri sebagai warga masyarakat. Fungsi kebudayaan dalam kehidupan
manusia, adalah : penerus keturunan dan pengasuh anak, pengembang kehidupan
berekonomi, transmisi budaya, meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang
Mahakuasa, pengendalian social dan rekreasi Isi kebudayaan, antara lain ;
gagasan, ideology, norma, teknologi, ilmu, kesenian, kepandaian, dan benda
Kepala sekolah professional adalah kepala sekolah yang memegang teguh nilai dan
etika serta budaya profesi sesuai dengan konteks social budaya pendidikan di
masyarakat 5. Sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ;
(1) Budaya Utama ( sehat, baik dan jujur ),
(2) Budaya Profesi ( cerdas, terampil, dan ahli,
(3) Budaya Penyerta ( indah ), sedangkan sifat manusia Indonesia,
adalah,
(1) sifat utama ( sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur,
patriorisme, tangguh dan penuh disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif,
dan professional ), dan
(3) sifat penyerta ( kreatif ).
6. Di kalangan pendidikan, tenaga kependidikan mutlak memilikinya dan
mampu menatanya dengan harmonis di dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam menegakkan budaya
harmoni ada tiga nilai praksis ( aktual ) yang harus ditata secara harmoni,
yakni
(1) Budaya Utama, adalah budaya atau nilai yang berlaku bagi kita semua
orang sebagai mahluk Tuhan Yang Mahaesa yang mempunyai cirri universal, yang
mempunyai hak dan kewajiban yang relatif bersamaan,
(2) Budaya profesi, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagai
mahluk sosial yang mempunyai karakteristik yang bersamaan dalam
kelompok-kelompok tertentu, dan
(3) Budaya penyerta, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagi
mahluk pribadi yang bersifat unik dan hakiki.
Dengan budaya profesi, kepala sekolah sudah memiliki ke-7 ciri-ciri
jabatan fungsional yang tertuang dalam profesionalisasi. Profesionalisme wajib
ditingkatkan agar kualifikasi yang dimilikinya dapat tercermin dalam manajerial
serta gaya kepemimpinan yang dimilikinya.
Dengan demikian, Kepala Sekolah professional akan lebih tampil percaya
diri dalam mengelola sekolah secara professional sesuai dengan sistem social
budaya pendidikan yang ada dalam komunitas pendidikan formal.